Gedung Merdeka
Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1895 dan dinamakan Sociƫteit Concordia, dan pada tahun 1926 bangunan ini direnovasi
seluruhnya oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen.[2] Gedung Sociƫteit Concordia dipergunakan sebagai tempat rekreasi dan
sosialisasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan,
perwira, pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama malam hari, gedung ini dipenuhi oleh
mereka untuk berdansa, menonton pertunjukan kesenian, atau makan malam.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat kebudayaan.Pada masa proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 gedung ini digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna menghadapi
tentara Jepang yang pada waktu itu enggan menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia.Setelah pemerintahan Indonesia mulai
terbentuk (1946 - 1950) yang ditandai oleh adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat,
Gedung Concordia dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. disini biasa diselenggarakan pertunjukan kesenian, pesta,
restoran, dan pertemuan umum lainnya.Dengan keputusan pemerintah Republik Indonesia (1954) yang menetapkan Kota Bandung
sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Concordia terpilih sebagai tempat konferensi tersebut. Pada saat itu Gedung
Concordia adalah gedung tempat pertemuan yang paling besar dan paling megah di Kota Bandung . Dan lokasi nya pun sangat strategis
di tengah-tengah Kota Bandung serta dan dekat dengan hotel terbaik di kota ini, yaitu Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger Dan
mulai awal tahun 1955 Gedung ini dipugar dan disesuaikan kebutuhannya sebagai tempat konferensi bertaraf International, dan
pembangunannya ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat yang dimpimpin oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan
pelaksana pemugarannya adalah : 1) Biro Ksatria, di bawah pimpinan R. Machdar Prawiradilaga 2) PT. Alico, di bawah pimpinan M.J. Ali 3) PT. AIA, di bawah pimpinan R.M. Madyono
Setelah terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai
Gedung Konstituante. Karena Konstituante dipandang gagal dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu menetapkan dasar negara dan
undang-undang dasar negara, maka Konstituante itu dibubarkan oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Selanjutnya, Gedung Merdeka
dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang Nasional dan kemudian menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
terbentuk tahun 1960. Meskipun fungsi Gedung Merdeka berubah-ubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan yang dialami dalam
perjuangan mempertahankan, menata, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia , nama Gedung Merdeka tetap terpancang pada bagian muka
gedung tersebut.Ruang Konferensi di Gedung Merdeka pada 2010.
Pada tahun 1965 di Gedung Merdeka dilangsungkan Konferensi Islam Asia Afrika. Pada tahun 1971 kegiatan MPRS di Gedung Merdeka
seluruhnya dialihkan ke Jakarta . Setelah meletus pemberontakan G30S, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian
dari gedung tersebut dijadikan sebagai tempat tahanan politik G30S. Pada bulan Juli 1966, pemeliharaan Gedung Merdeka diserahkan
oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, yang selanjutnya oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
Provinsi Jawa Barat diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung. Tiga tahun kemudian,
tanggal 6 Juli 1968, pimpinan MPRS di Jakarta mengubah surat keputusan mengenai Gedung Merdeka (bekas Gedung MPRS) dengan ketentuan
bahwa yang diserahkan adalah bangunan induknya, sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang Gedung
Merdeka masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS.Pada Maret 1980 Gedung ini kembali dipercayakan menjadi tempat peringatan
Konferensi Asia Afrika yang ke-25. Pada puncak peringatannya diresmikan Museum Konferensi Asia Afrika oleh Soeharto, Presiden
Republik Indonesia kedua.